BAHAUDDIN WALAD
Muhammad ibn Husyain al-Khatibi alias Bahauddin Walad ialah seorang ulama terkenal di Balkh dan bergelar Sultan al-`Ulama. Ibu beliau ialah ahli keluarga raja Khwarizmi. Pada tahun 1210, beberapa tahun sebelum kerajaaan Khwarizmi ditakluk tentara Mongol, keluarga Rumi pindah ke Khurasan, kemudian Nisyapur. Pada ketika tentara Mongol menakluki kerajaan Khwarizmi pada tahun 1220 keluarga Rumi mengungsi ke Baghdad dan kemudian ke Mekkah. Dari Mekkah mereka pindah ke Damaskus, Syria, dan akhirnya menemui tempat tinggal yang selamat di Kunya, Turki.
Tidak diketahui secara pasti mengapa Bahauddin Walad dan keluarganya pindah dari Balkh, provinsi Parsi bahagian Timur, menuju Khurasan. Ada dua pendapat mengenai sebab-sebab keluarga itu mengungsi ke Barat: pertama ialah invasi tentara Mongol. Kedua, masalah politik dalaman kerajaan Khwarizmi.Menurut anlisis beberapa ahli sejarah pada masa itu raja Khwarizmi yang sangat berkuasa Muhammad Khwarazmisyah menentang Tariqat Kubrawiyah yang dipimpin oleh Bahauddin Walad.
Namun pendapat ini diragui karena pada waktu itu Bahauddin Walad mempunyai kedudukan yang tinggi dalam lingkungan kerajaan Khwarizmi. Para sufi sendiri berpendapat bahwa invansi Mongollah yang mendorong Bahauddin Walad pindah ke Khurasan, kemudian ke Nisyapur. Di Nisyapur keluarga Bahauddin Walad bertemu dengan Fariduddin `Attar. `Attar sangat terkesan pada Rumi yang pada waktu itu berusia 7 tahun, malahan `Attar meramalkan bahwa pada suatu ketika nanti Rumi akan menjadi seorang guru spiritual agung yang masyhur. `Attar memberi hadiah buku Asrar-namah (Kitab Rahsia Ketuhanan) kepada Rumi kecil.
Kedatangan Bahauddin Walad karena mendapat jemputan dari Sultan `Ala`uddin al-Kayqubad, penguasa Anatolia. Keluarga Bahauddin Walad tinggal mula-mula tinggal di Laranda selama 4 tahun pada tahun 1211-1215. Di Laranda Jalaluddin Rumi menikahi Jauhar Khatun, putri seorang ulama terkenal. Dari perkawinannya itu Rumi memperolehi anak lelaki yang kemudiannya masyhur sebagai seorang sufi dan pemimpin Tariqat Maulawiyah, iaitu Sultan Walad.
Pada tahun 1215 Sultan Kayqubad mengundang Bahauddin Walad tinggal di Kunya, ibukota kerajaan Anatolia. Pada waktu Kunya merupakan pusat kebudayaan Islam menggantikan peranan Baghdad yang pada tahun 1256 M diduduki dan dihancurkan oleh tentara Mongol di bawah pimpinan panglimanya Hulagu Khan. Sebagai pusat kebudayaan Kunya merupakan tempat pertemuan kebudayaan Barat dan Timur, serta pusat pertemuan berbagai agama khususnya Yahudi, Kristen dan Islam. Sebagai pusat pengajian ilmu Kunya menarik perhatian kaum cerdik cendekia dan pelajar dari berbagai-bagai negeri.. Selepas Baghdad ditaklukkan oleh tentara Mongol pimpinan Jengis Khan, banyak golongan terpelajar dari negeri Islam bahagian Timur mengungsi ke Kunya, sehingga kota ini segera berkembang menjadi pusat pengajian yang penting pada akhir abad ke-13 M. Di kota ini banyak sekali terdapat lembaga-lembaga pendidikan Islam dan Kristian. Penduduk Kunya, sebagaimana penduduk Anatolia (Turki), terdiri dari berbagai bangsa. Di kota ini dapat dijumpai banyak orang Arab, Parsi, Turk, Yunani, Armenia dan Kurdi.
Pada waktu Bahauddin Walad tiba di Kunya beliau mendapat sambutan hangat dari masyarakat Muslim. Dengan mendapat bantuan dari Sultan Kayqubad Bahauddin Walad mendirikan sebuah madrasah yang cukup besar. Dalam masa satu tahun ratusan murid berdatangan untuk belajar kepada ulama terkenal itu. Pada tahun 1331 M Bahauddin Walad meninggal dunia. Pengurusan madrasahnya dipegang oleh Jalaluddin Rumi yang baru berusia 24 tahun.
Di dalam buku Maarif, kumpulan tulisannya, Walad menuangkan pemikirannya tentang perbedaan agama:
Kau selalu kebingungan dan menghabiskan waktumu dengan berbagai pertanyaan tentang tentang takdir Tuhan, tentang perbedaan ajaran dalam berbagai
agama dan kepercayaan, tentang ketololan para pemuja api, tentang kebodohan
para penyembah berhala, dan seterusnya. Padahal, kau sendiri jarang menilai
dirimu. Apakah kau telah benar-benar mengenal Tuhan?
Lupakanlah perbedaan antar berbagai agama dan kepercayaan. Janganlah kau sibuk memperdebatkan berbagai cara peribadatan. Ikutilah jalan yang benar, yaitu jalan yang pernah dilalui oleh para Nabi. Itulah Jalan-Kerajaan-Ilahi yang terbentang dari timur sampai ke barat.
Jalan apa pun yang kaulalui adalah bagian dari Jalan-Kerajaan-Ilahi, dan pasti akan mengantarkan dirimu kepada Kebenaran. Jika kau tak menyadariadanya Jalan-Kerajaan-Ilahi ini, maka kau hanya akan berpura-pura mengikuti para Nabi,dan semakin jauh dari Kebenaran.
Orang-orang yang selalu memperdebatkan perbedaan ajaran antara berbagai
agama dan kepercayaan, hanya akan menimbulkan pertikaian dan kerusakan
di muka bumi. Batin mereka telah dibakar dengan doktrin-doktrin fanatik,
tetapi mereka akan hancur karena kepicikan pikiran mereka sendiri.
Lalu Walad menawarkan bahasa cinta yang menyejukkan, seperti setetes embun di padang gersang:
Hasrat terbesar di dalam diri para pecinta adalah untuk menyatu dengan Cinta Yang Lebih Luas, menyatu dengan gairah yang menggelorakan seluruh semesta,
menyatu dengan setiap bentuk yang ada dan larut bersama dalam tarian bahagia, dalam perayaan yang tiada akhirnya. Aku seperti seuntai benang yang dirajut oleh tangan-tangan kehidupan. Keberadaanku hanya bermakna, jika telah terajut bersama benang lainnya pada selembar selendang yang tersampir di pundak-Nya.
Jalan cinta Bahauddin Walad diteruskan oleh anaknya, Jalaluddin Rumi. Puisi-puisi Rumi juga khas karena memahami dunia dengan cinta. Seperti salah satu puisinya ini.
Cinta Maha Dasyat
Karena cinta duri menjadi mawar
Karena cinta cuka menjelma anggur segar
Karena cinta pentungan menjadi mahkota penawar
Karena cinta kemalangan menjadi keberuntungan
Karena cinta rumah penjara nampak bagaikan kedai mawar
Karena cinta timbunan debu kelihatan sebagai taman
Karena cinta api berkobar menjadi cahaya menyenangkan
Karena cinta Saytan berubah menjadi bidadari
Karena cinta batu keras menjadi lembut bagaikan mentega
Karena cinta duka menjadi riang gembira
Karena cinta hantu berubah menjadi malaikat
Karena cinta singa tidak menakutkan bagaikan tikus
Karena cinta sakit menjadi sihat
Karena cinta amarah berubah menjadi keramah-tamahan
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tidak diketahui secara pasti mengapa Bahauddin Walad dan keluarganya pindah dari Balkh, provinsi Parsi bahagian Timur, menuju Khurasan. Ada dua pendapat mengenai sebab-sebab keluarga itu mengungsi ke Barat: pertama ialah invasi tentara Mongol. Kedua, masalah politik dalaman kerajaan Khwarizmi.Menurut anlisis beberapa ahli sejarah pada masa itu raja Khwarizmi yang sangat berkuasa Muhammad Khwarazmisyah menentang Tariqat Kubrawiyah yang dipimpin oleh Bahauddin Walad.
Namun pendapat ini diragui karena pada waktu itu Bahauddin Walad mempunyai kedudukan yang tinggi dalam lingkungan kerajaan Khwarizmi. Para sufi sendiri berpendapat bahwa invansi Mongollah yang mendorong Bahauddin Walad pindah ke Khurasan, kemudian ke Nisyapur. Di Nisyapur keluarga Bahauddin Walad bertemu dengan Fariduddin `Attar. `Attar sangat terkesan pada Rumi yang pada waktu itu berusia 7 tahun, malahan `Attar meramalkan bahwa pada suatu ketika nanti Rumi akan menjadi seorang guru spiritual agung yang masyhur. `Attar memberi hadiah buku Asrar-namah (Kitab Rahsia Ketuhanan) kepada Rumi kecil.
Kedatangan Bahauddin Walad karena mendapat jemputan dari Sultan `Ala`uddin al-Kayqubad, penguasa Anatolia. Keluarga Bahauddin Walad tinggal mula-mula tinggal di Laranda selama 4 tahun pada tahun 1211-1215. Di Laranda Jalaluddin Rumi menikahi Jauhar Khatun, putri seorang ulama terkenal. Dari perkawinannya itu Rumi memperolehi anak lelaki yang kemudiannya masyhur sebagai seorang sufi dan pemimpin Tariqat Maulawiyah, iaitu Sultan Walad.
Pada tahun 1215 Sultan Kayqubad mengundang Bahauddin Walad tinggal di Kunya, ibukota kerajaan Anatolia. Pada waktu Kunya merupakan pusat kebudayaan Islam menggantikan peranan Baghdad yang pada tahun 1256 M diduduki dan dihancurkan oleh tentara Mongol di bawah pimpinan panglimanya Hulagu Khan. Sebagai pusat kebudayaan Kunya merupakan tempat pertemuan kebudayaan Barat dan Timur, serta pusat pertemuan berbagai agama khususnya Yahudi, Kristen dan Islam. Sebagai pusat pengajian ilmu Kunya menarik perhatian kaum cerdik cendekia dan pelajar dari berbagai-bagai negeri.. Selepas Baghdad ditaklukkan oleh tentara Mongol pimpinan Jengis Khan, banyak golongan terpelajar dari negeri Islam bahagian Timur mengungsi ke Kunya, sehingga kota ini segera berkembang menjadi pusat pengajian yang penting pada akhir abad ke-13 M. Di kota ini banyak sekali terdapat lembaga-lembaga pendidikan Islam dan Kristian. Penduduk Kunya, sebagaimana penduduk Anatolia (Turki), terdiri dari berbagai bangsa. Di kota ini dapat dijumpai banyak orang Arab, Parsi, Turk, Yunani, Armenia dan Kurdi.
Pada waktu Bahauddin Walad tiba di Kunya beliau mendapat sambutan hangat dari masyarakat Muslim. Dengan mendapat bantuan dari Sultan Kayqubad Bahauddin Walad mendirikan sebuah madrasah yang cukup besar. Dalam masa satu tahun ratusan murid berdatangan untuk belajar kepada ulama terkenal itu. Pada tahun 1331 M Bahauddin Walad meninggal dunia. Pengurusan madrasahnya dipegang oleh Jalaluddin Rumi yang baru berusia 24 tahun.
Di dalam buku Maarif, kumpulan tulisannya, Walad menuangkan pemikirannya tentang perbedaan agama:
Kau selalu kebingungan dan menghabiskan waktumu dengan berbagai pertanyaan tentang tentang takdir Tuhan, tentang perbedaan ajaran dalam berbagai
agama dan kepercayaan, tentang ketololan para pemuja api, tentang kebodohan
para penyembah berhala, dan seterusnya. Padahal, kau sendiri jarang menilai
dirimu. Apakah kau telah benar-benar mengenal Tuhan?
Lupakanlah perbedaan antar berbagai agama dan kepercayaan. Janganlah kau sibuk memperdebatkan berbagai cara peribadatan. Ikutilah jalan yang benar, yaitu jalan yang pernah dilalui oleh para Nabi. Itulah Jalan-Kerajaan-Ilahi yang terbentang dari timur sampai ke barat.
Jalan apa pun yang kaulalui adalah bagian dari Jalan-Kerajaan-Ilahi, dan pasti akan mengantarkan dirimu kepada Kebenaran. Jika kau tak menyadariadanya Jalan-Kerajaan-Ilahi ini, maka kau hanya akan berpura-pura mengikuti para Nabi,dan semakin jauh dari Kebenaran.
Orang-orang yang selalu memperdebatkan perbedaan ajaran antara berbagai
agama dan kepercayaan, hanya akan menimbulkan pertikaian dan kerusakan
di muka bumi. Batin mereka telah dibakar dengan doktrin-doktrin fanatik,
tetapi mereka akan hancur karena kepicikan pikiran mereka sendiri.
Lalu Walad menawarkan bahasa cinta yang menyejukkan, seperti setetes embun di padang gersang:
Hasrat terbesar di dalam diri para pecinta adalah untuk menyatu dengan Cinta Yang Lebih Luas, menyatu dengan gairah yang menggelorakan seluruh semesta,
menyatu dengan setiap bentuk yang ada dan larut bersama dalam tarian bahagia, dalam perayaan yang tiada akhirnya. Aku seperti seuntai benang yang dirajut oleh tangan-tangan kehidupan. Keberadaanku hanya bermakna, jika telah terajut bersama benang lainnya pada selembar selendang yang tersampir di pundak-Nya.
Jalan cinta Bahauddin Walad diteruskan oleh anaknya, Jalaluddin Rumi. Puisi-puisi Rumi juga khas karena memahami dunia dengan cinta. Seperti salah satu puisinya ini.
Cinta Maha Dasyat
Karena cinta duri menjadi mawar
Karena cinta cuka menjelma anggur segar
Karena cinta pentungan menjadi mahkota penawar
Karena cinta kemalangan menjadi keberuntungan
Karena cinta rumah penjara nampak bagaikan kedai mawar
Karena cinta timbunan debu kelihatan sebagai taman
Karena cinta api berkobar menjadi cahaya menyenangkan
Karena cinta Saytan berubah menjadi bidadari
Karena cinta batu keras menjadi lembut bagaikan mentega
Karena cinta duka menjadi riang gembira
Karena cinta hantu berubah menjadi malaikat
Karena cinta singa tidak menakutkan bagaikan tikus
Karena cinta sakit menjadi sihat
Karena cinta amarah berubah menjadi keramah-tamahan
------------------------------------------------------------------------------------------------------------