SYEIKH ABDUL KARIM IBNU IBRAHIM AL JAILI
Al-Jili: adalah seorang sufi terkenal dari Baghdad,lahir pada 1365 M (767 H) dan meninggal dunia 1409 M (811 H). Al-Jili rh adalah dari keturunan Syaikh Abdul Qadir al-Jailani rh yang nasab nya bersambung kepada Al-Hasan cucu Rasulullah SAWW, seorang pendiri dan pemimpin tarekat Qadiriyah dan murid Syaikh Syarafuddin Ismail ibn Ibrahim al-Jabarti rh, seorang tokoh tasawuf terkenal di negeri Zabit Yaman. Dalam dunia tulis menulis al-Jili termasuk seorang sufi yang cukup kreatif, karangannya tentang tasawuf tidak kurang dari 20 buah, yang paling terkenal diantaranya: al-Insān al-Kāmil dan al-Kahf wa al-Raqīm:
**Allah Ta'ala telah menurunkan Taurat atas Nabi Musa AS. dengan sembilan alwāh (lembaran naskah kitab suci), dan Dia memerintahkan agar Nabi Musa menyampaikan kepada kaumnya tujuh naskah saja dan meninggalkan dua naskah yang tersisa, demikian ini karena ketika itu daya intelektual kaum beliau belum mampu untuk menerima ajaran-ajaran yang ada pada kedua lembaran naskah itu. Seandainya Nabi Musa AS. mengemukakan kedua lembaran naskah itu (pada umatnya) maka pasti risalah yang beliau kehendaki akan dibuat berantakanlah karena tidak akan ada satu orangpun dari umat beliau yang akan mempercayainya. Pada masa itu dua lauh (lembaran naskah) itu dikhususkan buat Nabi Musa dan bukan untuk orang lain.
Dan adalah lembaran-lembaran naskah yang diperintahkan kepada beliau untuk menyampaikannya terdiri dari ilmu-ilmu kaum awalin dan kaum akhirin, terkecuali ilmu Nabi Muhammad SAW, ilmu Nabi Ibrahim AS, dan ilmu Nabi Isa AS, dan ilmu tentang waratsah (ilmu waris) Nabi Muhammad SAW. Demikian ini karena kandungan isi Taurat itu tidak mencakup kepada keistimewaan-keistimewaan dan waratsat Nabi Muhammad SAW, keagungan tentang Nabi Ibrahim AS dan Isa AS. Dan adalah lembaran tujuh naskah yang diperintahkan kepada Musa AS. untuk menyampaikannya itu terbuat dari batu marmer, lain halnya dengan dua lembaran naskah yang tersisa lainya dimana keduanya terbuat dari nur (cahaya). Oleh karena hal ini (menggambarkan) bahwa hati kaum Nabi Musa telah menjadi keras (laksana batu) karena lembaran-lembaran naskahnya sendiri terbuat dari bebatuan.
Semua ajaran (ilmu) yang tercakup oleh ketujuh lembaran naskah itu terdiri dari tujuh kebutuhan-kebutuhan umat beliau tentang al-ilahiyyah (ketuhanan) dan ini pun terbagi kepada beberapa alwāh; lembaran pertama adalah an-nur (cahaya), lembaran kedua al-huda (petunjuk) sebagaimana firman Allah Ta'ala: "Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah.."[1], ketiga al-hikmah (kebijaksanaan), keempat al-qawiyy (power), kelima al-hukmu (hukum), keenam al-'ubudiyyah (peribadahan) dan ketujuh adalah penjelasan tentang jalan kebahagiaan dan kemalangan serta penjelasan apa yang diutamakan dari ketujuh lembaran naskah yang harus disampaikan Nabi Musa AS. itu.
. Adapun dua lembaran naskah yang dikhususkan untuk Nabi Musa AS. adalah lauh (lembaran) pertama tentang rububiyyah (sifat ketuhanan) dan lauh kedua tentang al-qudrat (kekuasaan), mengenai masalah ini tidak ada seorangpun dari kaum Musa AS. yang menggenapi kedua lauh ini karena memang Nabi Musa AS. tidak mendapat perintah untuk menyampaikan sembilan lauh itu semuanya, dan tidak pula ada orang dari umat beliau yang menggenapinya setelah beliau wafat sekalipun.
Lain halnya dengan Nabi Muhammad SAW. dimana beliau benar-benar tidak meninggalkan sesuatu risalahpun kecuali menyampaikannya kepada kita, Allah Ta'ala berfirman: "...Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab..."[2], juga firman-Nya: "..dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas".[3] Oleh karena ini pula agama Nabi Muhammad SAW. adalah khairul milal (sebaik-baik agama), beliau telah menghapuskan semua agama dengan agama Islam karena agama ini datang dengan membawa seluruh ajaran yang telah diberikan kepada segenap para nabi sebelum beliau dan menambahnya dengan apa-apa yang belum pernah diberikan kepada para nabi itu. Maka agama-agama mereka (para nabi terdahulu) pun telah dihapuskan karena ketidak sempurnaa agama-agama mereka itu.
Rasulullah SAW. telah menjadikan agama yang beliau bawa menjadi termasyhur dengan segala kesempurnaanya. Allah Ta'ala berfirman: " ...pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku..."[4]. Ayat ini belum pernah diturunkan Allah Ta'ala kepada nabi selain Nabi Muhammad SAW, dan seandainya ayat ini diturunkan kepada salah seorang nabi sebelum beliau tentu dia akan menjadi khātaman nabiyīn, akan tetapi hal itu tidak valid (sah) kecuali kepada Nabi Muhammad SAW. Ayat ini telah diturunkan kepada beliau maka jadilah beliau sebagai khātaman nabiyīn (nabi yang paling sempurna).
Allah Ta'ala tidak meninggalkan satu hikmah , satu petunjuk, satu ilmu dan satu rahasiapun kecuali Dia memberitahukannya kepada Nabi Muhammad SAW. Allah Ta'ala juga telah memberikan isyarat kepada beliau atas dikaruniakannya satu qadr (pangkat khātaman nabiyīn) yang berkenaan dengan para nabi, untuk yang demikian ini terdapat rahasia yang terkadang berlaku sebagai tashrīh (pengakuan), talwīh (pemberian isyarat dari jauh), isyārat (penuturan), kināyah (metonimi), isti'ārah (metapora), muhkam (keputusan yang tepat), mufassar (yang ditafsirkan), muawwal (yang harus ditakwil), mutasyābih (yang samar) atau kepada istilah lain dari istilah balaghah bahasa Arab.
Tidak tersisa satu pintu masuk kepada (derajat khātaman nabiyīn) pun bagi seseorang selain bagi Nabi Muhammad SAW. karena beliau telah datang dengan membawa perintah Tuhan dan khatmu nubuwwat (pengakhiran kenabian syari'at), hak itu karena dia tidak meninggalkan satu hukum pun yang dibutuhkan umat beliau kecuali beliau SAW. telah membawakan (mengajarkannya)nya. Tidak pula akan didapati suatu kesempurnaan yang akan datang setelah beliau dari ajaran-ajaran yang semestinya Allah Ta'ala ajarkan kepada beliau.
Rasulullah SAW. benar-benar telah melaksanakan ajaran-ajaran yang demikian itu dan mengikuti kesempurnaannya sebagaiman yang telah Allah ajarkan kepada beliau. Dan jadilah beliau SAW. sebagai tābi'an (orang yang mengikui) ajaran-ajaran yang sempurna itu. Fa-inqotho'a hukmu nubuwwati at-tasyri' ba'dahu wa kāna Muhammadun shollallohu 'alaihi wa sallam "khātaman nabiyīn" (Maka terputuslah hukum kenabian tasyri'[pembawa syari'at/hukum baru] setelah beliau, oleh karena itu pula beliau (mendapat gelar) sebagai khātaman nabiyīn, karena beliau telah datang dengan membawa kesempurnaan yang tidak pernah dibawakan oleh seorang rasul manapun.[5]
** Dari al-Insān al-Kāmil fī ma'rifati al-awākhir wal al-awāil, bab as-sādis wa ats-tsalatsūn, hal 132-133.
--------------------------------------------------------------------------------
[1] Al-Maidah [05]:44
[2] Al-An'am [06]:38
[3] Al-Isra [17]:12
[4] Al-Maidah [05]:3
[5] Dari pernyataan Syaikh Al-Jili dapat kita mengambil kesimpulan bahwa pintu kenabian yang tertutup setelah Nabi Muhammad SAW. hanyalah pintu kenabian tasyri' (pembawa hukum baru) dan bukan pintu kenabian ghair tasyri' (tidak membawa hukum/syari'at baru), karena Nabi SAW. telah menjanjikan akan datangnya seorang nabi yang akan diberi gelar Isa Ibnu Maryam di akhir zaman ini, yang bertugas hanya semata-mata mengikuti dan mengadakan tajdid atas ajaran Islam.
**Allah Ta'ala telah menurunkan Taurat atas Nabi Musa AS. dengan sembilan alwāh (lembaran naskah kitab suci), dan Dia memerintahkan agar Nabi Musa menyampaikan kepada kaumnya tujuh naskah saja dan meninggalkan dua naskah yang tersisa, demikian ini karena ketika itu daya intelektual kaum beliau belum mampu untuk menerima ajaran-ajaran yang ada pada kedua lembaran naskah itu. Seandainya Nabi Musa AS. mengemukakan kedua lembaran naskah itu (pada umatnya) maka pasti risalah yang beliau kehendaki akan dibuat berantakanlah karena tidak akan ada satu orangpun dari umat beliau yang akan mempercayainya. Pada masa itu dua lauh (lembaran naskah) itu dikhususkan buat Nabi Musa dan bukan untuk orang lain.
Dan adalah lembaran-lembaran naskah yang diperintahkan kepada beliau untuk menyampaikannya terdiri dari ilmu-ilmu kaum awalin dan kaum akhirin, terkecuali ilmu Nabi Muhammad SAW, ilmu Nabi Ibrahim AS, dan ilmu Nabi Isa AS, dan ilmu tentang waratsah (ilmu waris) Nabi Muhammad SAW. Demikian ini karena kandungan isi Taurat itu tidak mencakup kepada keistimewaan-keistimewaan dan waratsat Nabi Muhammad SAW, keagungan tentang Nabi Ibrahim AS dan Isa AS. Dan adalah lembaran tujuh naskah yang diperintahkan kepada Musa AS. untuk menyampaikannya itu terbuat dari batu marmer, lain halnya dengan dua lembaran naskah yang tersisa lainya dimana keduanya terbuat dari nur (cahaya). Oleh karena hal ini (menggambarkan) bahwa hati kaum Nabi Musa telah menjadi keras (laksana batu) karena lembaran-lembaran naskahnya sendiri terbuat dari bebatuan.
Semua ajaran (ilmu) yang tercakup oleh ketujuh lembaran naskah itu terdiri dari tujuh kebutuhan-kebutuhan umat beliau tentang al-ilahiyyah (ketuhanan) dan ini pun terbagi kepada beberapa alwāh; lembaran pertama adalah an-nur (cahaya), lembaran kedua al-huda (petunjuk) sebagaimana firman Allah Ta'ala: "Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah.."[1], ketiga al-hikmah (kebijaksanaan), keempat al-qawiyy (power), kelima al-hukmu (hukum), keenam al-'ubudiyyah (peribadahan) dan ketujuh adalah penjelasan tentang jalan kebahagiaan dan kemalangan serta penjelasan apa yang diutamakan dari ketujuh lembaran naskah yang harus disampaikan Nabi Musa AS. itu.
. Adapun dua lembaran naskah yang dikhususkan untuk Nabi Musa AS. adalah lauh (lembaran) pertama tentang rububiyyah (sifat ketuhanan) dan lauh kedua tentang al-qudrat (kekuasaan), mengenai masalah ini tidak ada seorangpun dari kaum Musa AS. yang menggenapi kedua lauh ini karena memang Nabi Musa AS. tidak mendapat perintah untuk menyampaikan sembilan lauh itu semuanya, dan tidak pula ada orang dari umat beliau yang menggenapinya setelah beliau wafat sekalipun.
Lain halnya dengan Nabi Muhammad SAW. dimana beliau benar-benar tidak meninggalkan sesuatu risalahpun kecuali menyampaikannya kepada kita, Allah Ta'ala berfirman: "...Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab..."[2], juga firman-Nya: "..dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas".[3] Oleh karena ini pula agama Nabi Muhammad SAW. adalah khairul milal (sebaik-baik agama), beliau telah menghapuskan semua agama dengan agama Islam karena agama ini datang dengan membawa seluruh ajaran yang telah diberikan kepada segenap para nabi sebelum beliau dan menambahnya dengan apa-apa yang belum pernah diberikan kepada para nabi itu. Maka agama-agama mereka (para nabi terdahulu) pun telah dihapuskan karena ketidak sempurnaa agama-agama mereka itu.
Rasulullah SAW. telah menjadikan agama yang beliau bawa menjadi termasyhur dengan segala kesempurnaanya. Allah Ta'ala berfirman: " ...pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku..."[4]. Ayat ini belum pernah diturunkan Allah Ta'ala kepada nabi selain Nabi Muhammad SAW, dan seandainya ayat ini diturunkan kepada salah seorang nabi sebelum beliau tentu dia akan menjadi khātaman nabiyīn, akan tetapi hal itu tidak valid (sah) kecuali kepada Nabi Muhammad SAW. Ayat ini telah diturunkan kepada beliau maka jadilah beliau sebagai khātaman nabiyīn (nabi yang paling sempurna).
Allah Ta'ala tidak meninggalkan satu hikmah , satu petunjuk, satu ilmu dan satu rahasiapun kecuali Dia memberitahukannya kepada Nabi Muhammad SAW. Allah Ta'ala juga telah memberikan isyarat kepada beliau atas dikaruniakannya satu qadr (pangkat khātaman nabiyīn) yang berkenaan dengan para nabi, untuk yang demikian ini terdapat rahasia yang terkadang berlaku sebagai tashrīh (pengakuan), talwīh (pemberian isyarat dari jauh), isyārat (penuturan), kināyah (metonimi), isti'ārah (metapora), muhkam (keputusan yang tepat), mufassar (yang ditafsirkan), muawwal (yang harus ditakwil), mutasyābih (yang samar) atau kepada istilah lain dari istilah balaghah bahasa Arab.
Tidak tersisa satu pintu masuk kepada (derajat khātaman nabiyīn) pun bagi seseorang selain bagi Nabi Muhammad SAW. karena beliau telah datang dengan membawa perintah Tuhan dan khatmu nubuwwat (pengakhiran kenabian syari'at), hak itu karena dia tidak meninggalkan satu hukum pun yang dibutuhkan umat beliau kecuali beliau SAW. telah membawakan (mengajarkannya)nya. Tidak pula akan didapati suatu kesempurnaan yang akan datang setelah beliau dari ajaran-ajaran yang semestinya Allah Ta'ala ajarkan kepada beliau.
Rasulullah SAW. benar-benar telah melaksanakan ajaran-ajaran yang demikian itu dan mengikuti kesempurnaannya sebagaiman yang telah Allah ajarkan kepada beliau. Dan jadilah beliau SAW. sebagai tābi'an (orang yang mengikui) ajaran-ajaran yang sempurna itu. Fa-inqotho'a hukmu nubuwwati at-tasyri' ba'dahu wa kāna Muhammadun shollallohu 'alaihi wa sallam "khātaman nabiyīn" (Maka terputuslah hukum kenabian tasyri'[pembawa syari'at/hukum baru] setelah beliau, oleh karena itu pula beliau (mendapat gelar) sebagai khātaman nabiyīn, karena beliau telah datang dengan membawa kesempurnaan yang tidak pernah dibawakan oleh seorang rasul manapun.[5]
** Dari al-Insān al-Kāmil fī ma'rifati al-awākhir wal al-awāil, bab as-sādis wa ats-tsalatsūn, hal 132-133.
--------------------------------------------------------------------------------
[1] Al-Maidah [05]:44
[2] Al-An'am [06]:38
[3] Al-Isra [17]:12
[4] Al-Maidah [05]:3
[5] Dari pernyataan Syaikh Al-Jili dapat kita mengambil kesimpulan bahwa pintu kenabian yang tertutup setelah Nabi Muhammad SAW. hanyalah pintu kenabian tasyri' (pembawa hukum baru) dan bukan pintu kenabian ghair tasyri' (tidak membawa hukum/syari'at baru), karena Nabi SAW. telah menjanjikan akan datangnya seorang nabi yang akan diberi gelar Isa Ibnu Maryam di akhir zaman ini, yang bertugas hanya semata-mata mengikuti dan mengadakan tajdid atas ajaran Islam.